Jumat, 28 Mei 2010


Budaya

Kelompok etnis



Suku Sambas

Sukubangsa Sambas
Jumlah populasi

kurang lebih ?juta.

Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
Kabupaten Sambas
Bahasa
Indonesia, Melayu, dan lain-lain.
Agama
Islam (80 %), Kristen (20%)
Kelompok etnis terdekat
Dayak, Mongondow

Suku Sambas adalah suku yang berada di kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas terkenal dengan sebuah peninggalan sejarah yaitu sebuah keraton peninggalan kerajaan Sultan Sambas. Penduduknya mayoritas melayu, dan berbahasa melayu. Sebagian besar bahasa yang digunakan adalah sama, namun seiring perkembangan zaman, bahasa suku ini banyak menyerap bahasa dari bahasa Indonesia. Bahasa Melayu sangat mudah dipahami, apalagi bagi orang yang mendengar orang Betawi berbicara, karena kurang lebih bahasa Betawi dan Melayu sama, misalnya: Seseorang berbicara, "Kamu mau ke mana?", jika dalam bahasa melayu "Kau nak ke mane", (penyebutan "e" dalam bahasa melayu, sedangkan bahasa suku Sambas membunyikan "e" seperti bunyi pada kata "lele". Keunikan lain dari bahasa Melayu Sambas adalah pengucapan huruf ganda seperti dalam Bahasa [Melayu] Berau di Kalimantan Timur, seperti pada kata 'bassar' (artinya besar dalam bahasa indonesia).

Suku Sambas merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat, sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku Melayu. Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "Dialek Melayu Sambas" meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa kesukuan yaitu Bahasa Suku Sambas.


Bahasa Sambas

Melayu Dialek [Melayu] Sambas Berau Banjar Brunei
orang urang urang urang uang
tengah tangah tangah tangah tangah
besar bassar bassar basar basar
emak ummak - uma - -
air ae' air banyu/aing aing
rakit lanting lanting lanting lanting
karat besi tagar tagar tagar tagar
yang nang yang nang yang
bungsu bussu busu busu -


Suku Kutai atau Melayu Kutai Tenggarong adalah suku asli di kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kebudayaan Kutai berawal sejak berdirinya Kerajaan Kutai pada abad IV yang merupakan kerajaan Hindu pertama di Nusantara dengan rajanya yang terkenal, Mulawarman.

Kemudian berlanjut dengan Kesultanan Kutai dengan sultan terakhir Aji Parikesit. Setelah kekosongan yang lama telah diadakan penabalan sultan baru yaitu Aji Solehudin.

Suku Kutai terdiri atas 4 subetnis yaitu :

  1. Kutai Tenggarong di Tenggarong, Kutai Kartanegara
  2. Kutai Kota Bangun di Kota Bangun, Kutai Kartanegara
  3. Kutai Muara Ancalong di Muara Ancalong, Kutai Timur
  4. Kutai Muara Pahu di Muara Pahu, Kutai Barat

Menurut situs "Joshua Project" suku Melayu Kutai Tenggarong berjumlah 314.000 jiwa.

Suku Kutai lainnya adalah Melayu Kutai Kota Bangun. Menurut situs "Joshua Project" suku Melayu Kutai Kota Bangun berjumlah 81.000 jiwa.

Bahasa Kutai terbagi ke dalam 3 dialek yang letaknya tidak saling berdekatan :

  1. Kutai Tenggarong ( vkt )
  2. Kutai Kota Bangun ( mqg )
  3. Kutai Muara Ancalong ( vkt )

Disamping memiliki beberapa persaamaan kosa kata dengan bahasa Banjar, Bahasa Kutai juga memiliki persamaan kosa kata dengan bahasa Iban, misalnya :

Menurut kepercayaan penduduk, daerah Kutai dulunya dihuni oleh 5 puak, yaitu:

  1. Puak Pantun yang tinggal di sekitar Muara Ancalong, Kutai Timur dan Muara Kaman, Kutai Kartanegara
  2. Puak Punang yang tinggal di sekitar Muara Muntai, Kutai Kartanegara dan Kota Bangun
  3. Puak Pahu yang mendiami daerah sekitar Muara Pahu, Kutai Barat
  4. Puak Tulur Dijangkat yang mendiami daerah sekitar Barong Tongkok, Kutai Barat dan Melak, Kutai Barat
  5. Puak Melani yang mendiami daerah sekitar Kutai Lama dan Tenggarong
  • Kelompok Suku Melayu

Puak Pantun, Punang dan Melani tumbuh dan berkembang menjadi suku Kutai yang memiliki bahasa sama namun beda dialek. Dengan demikian suku Kutai adalah suku asli daerah ini. Selanjutnya secara bergelombang berdatangan suku Banjar dan Bugis, sehingga kelompok suku Melayu yang mendiami daerah Kutai terdiri atas suku Kutai, Banjar dan Bugis.

  • Kelompok Suku Dayak

Keturunan Puak Tulur Dijangkat tumbuh dan berkembang menjadi suku Dayak. Mereka berpencar meninggalkan tanah aslinya dan membentuk kelompok suku masing-masing yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung, Bahau, Benuaq, Modang, Penihing, Busang, Bukat, Ohong dan Bentian.

  1. Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan Melak, Kutai Barat, Barong Tongkok, Kutai Barat dan Muara Pahu, Kutai Barat
  2. Suku Bahau mendiami daerah kecamatan Long Iram, Kutai Barat dan Long Bagun, Kutai Barat
  3. Suku Benuaq mendiami daerah kecamatan Jempang, Kutai Barat, Muara Lawa, Kutai Barat, Damai, Kutai Barat dan Muara Pahu, Kutai Barat
  4. Suku Modang mendiami daerah kecamatan Muara Ancalong, Kutai Timur dan Muara Wahau, Kutai Timur
  5. Suku Penihing, suku Bukat dan suku Ohong mendiami daerah kecamatan Long Apari, Kutai Barat
  6. Suku Busang mendiami daerah kecamatan Long Pahangai, Kutai Barat
  7. Suku Bentian mendiami daerah kecamatan Bentian Besar, Kutai Barat dan Muara Lawa, Kutai Barat

Orang Dayak Pitap



Orang Dayak Pitap adalah Masyarakat Adat Dayak yang biasanya dikategorikan sebagai bagian dari suku Dayak Meratus/suku Dayak Bukit yang mendiami kecamatan Tebing Tinggi, Balangan, Kalimantan Selatan.

Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya. Sungai Pitap itu sendiri awalnya bernama sungai Kitab. Menurut keyakinan mereka, ditanah merekalah turunnya kitab yang menjadi jadi rebutan. Oleh datu mereka supaya ajaran kitab tersebut selalu ada maka kitab tersebut ditelan/dimakan atau dalam istilah mereka dipitapkan, sehingga ajaran agama mereka akan selalu ada di hati dan ada di akal pikiran. Kata kitab pun akhirnya berubah menjadi pitap sehingga nama sungai dan masyarakat yang tinggal kawasan tersebut berubah menjadi Pitap.

Sedangkan sebutan Dayak ini mengacu pada kesukuan mereka. Oleh beberapa literatur mereka dimasukkan kedalam rumpun Dayak Bukit, namun pada kenyataanya mereka lebih senang disebut sebagai orang Pitap atau Dayak Pitap, ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di Meratus.

Para leluhur masyarakat Dayak Pitap mula-mula tinggal di daerah Tanah Hidup, yaitu daerah perbatasan antara Kabupaten Balangan dengan Kabupaten Kotabaru (dipuncak pegunungan Meratus). Tanah hidup menjadi wilayah tanah keramat yang diyakini sebagai daerah asal mula leluhur mereka hidup.

Secara administratif, orang Dayak Pitap berada di 3 Desa yaitu Dayak Pitap, Langkap dan Mayanau pada Kecamatan Tebing Tinggi, Balangan.

Semula merupakan satu Dayak Pitap memiliki pemerintahan sendiri dengan pusat pemerintahan berada di Langkap. Dengan adanya peraturan sistem pemerintahan desa pada tahun 1979 dibentuk pemerintahan desa Dayak Pitap dengan pusat pemerintahan waktu itu berada di Langkap. Dayak Pitap terbagi terdiri dari 5 kampung besar yaitu

  1. Langkap
  2. Iyam
  3. Ajung
  4. Panikin
  5. Kambiyain.


Kemudian tahun 1982 wilayah Dayak Pitap dibagi menjadi 5 desa, berdasarkan peraturan menteri dalam negeri no 2/tahun 1980 tentang pedoman pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan kelurahan dan peraturan menteri dalam negeri no 4 tahun 1981 tentang pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa . Selanjutnya berdasarkan Sk camat tahun 1993 kampung Ajung digabung ke Iyam. Tahun 1998 kampung Iyam dan kampung Kambiyain digabungkan jadi satu dengan kampung Ajung dengan pusat pemerintahan di Ajung Hilir.

Secara geografis, wilayah Dayak Pitap berada di bentangan pegunungan Meratus yang terletak antara 115035'55" sampai 115047'43" Bujur timur dan 02025'32" sampai 02035'26" Lintang selatan. Jarak desa ke ibukota kecamatan 35 Km, Jarak desa ke ibukota Kab. 48 Km dan jarak desa ke ibukota propinsi 231 Km.

Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru , sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunung Batu dan Desa Auh, sebelah utara berbatasan dengan Halong, Balangan dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru dan Kecamatan Batang Alai Selatan, Hulu Sungai Tengah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar